MAJALAH AL-HIKMAH EDISI 04 | 2016

13 dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama. Pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran ialah, bahawa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa. Perbedaan golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada golongan sebelumnya merupakan pokok sasarannya, kehendaknya merupakan kehendak yang berasal dari amalnya, seakan-akan yang di- tuntut dari pekerjaannya hanya- lah urusan dunia belaka. Apabila ditanyakan “bagaimana neraca untuk mengetahui tujuan orang yang termasuk dalam golongan ini, lebih banyak tujuan untuk ibadah atau selain ibadah?” Jawaban kami: “Neracanya ialah, apabila ia tidak menaruh perhatian kecuali kepada ibadah saja, berhasil ia kerjakan atau tidak. Maka hal ini menunjuk- kan niatnya lebih besar tertuju untuk ibadah. Dan bila se- baliknya, ia tidak mendapat pahala”. Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang, boleh men- capai darjat siddiqin dan boleh juga jatuh ke darjat yang paling bawah disebabkan dengan niatnya. Ada seorang ulama Salaf berkata: “Tidak ada satu per- juangan yang paling berat atas diriku, melainkan usahaku un- tuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam niat dan di- bereskan seluruh amal” [12]. IKHLAS ADALAH SYARAT DITERIMANYA AMAL Di dalam Al Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemur- nian amal dari berbagai tujuan. Yang pokok dari keu- tamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat yang tidak akan di terima di sisi Allah, kecuali dengan keduanya. Pertama. Niat dan ikhlas karena Allah. Kedua. Sesuai dengan Sunnah; yakni sesuai dengan KitabNya atau yang dijelaskan RasulNya dan sunnahnya. Jika salah satunya tidak dipenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai “soleh” dan tertolak, sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNya: وَاﺣِﺪٌ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾَﺮْﺟُﻮا ﻟِﻘَﺂءَ رَﺑِّﮫِ ﻓَﻠْﯿَﻌْﻤَﻞْ ﻋَﻤَﻼً ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ وَﻻَﯾُﺸْﺮِكُ ﺑِﻌِﺒَﺎدَةِ رَﺑِّﮫِ أَﺣَﺪًا Barangsiapa mengharap per- jumpaan dengan Rab- nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal soleh dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rab - nya. [Al Kahfi : 110]. Di dalam ayat ini, Allah me- merintahkan agar menjadikan amal itu bernilai soleh, iaitu sesuai dengan Sunnah Rasulullah s.a.w., kemudian Dia memerintahkan agar orang yang mengerjakan amal soleh itu mengikhlaskan niatnya kare- na Allah semata, tidak menghendaki selainNya.[13] Al Hafizh Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nya [14]: “Inilah dua landasan amalan yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sun- nah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya

RkJQdWJsaXNoZXIy NzMyMDE=